Selasa, 31 Agustus 2010

Pesawat Tempur Buatan Indonesia

T-50 golden Eagle

BANDUNG (Bisnis.com): Di bidang penguasaan teknologi pesawat terbang, Indonesia telah terkenal sebagai satu-satunya negara di Asia Tenggara yang memproduksi dan mengembangkan pesawat sendiri. Walaupun di bidang pemasaran produksi pesawatnya sendiri harus kita akui kita masih kalah bila dibandingkan dengan Brazil, yang mengembangkan EMBRAER dan memasarkannya ke seluruh dunia.

Akan tetapi, beberapa tahun belakangan ini, beberapa negara mulai mengalihkan perhatiannya ke pesawat buatan Indonesia, sebut saja Malaysia, Pakistan, UAE, Philipina, dan Korea Utara, serta beberapa negara lainnya. CN-235 tampaknya akan mendapatkan pangsa pasar yang lebih luas di beberapa tahun kedepan setelah lebih banyak negara yang sadar akan kehandalannya. Malaysia sendiri berencana memesan 4 pesawat tambahan untuk menambah jumlah pesawat CN-235 yang sudah mereka miliki (source).
Anda pasti berfikir, dengan semua kapasitas dan teknologi yang dimiliki Indonesia, kenapa sampai sekarang Indonesia belum membuat Jet tempur ?

PT Dirgantara Indonesia (PTDI) akhirnya siap berkerja sama dengan Korea Selatan mengerjakan proyek pengembangan model pesawat tempur senilai US$8 miliar yang ditawarkan pemerintah negara tersebut kepada Indonesia.

Direktur Integrasi Pesawat PT DI Budiwuraskito mengemukakan sejumlah sarana dan prasarana yang dimiliki badan usaha milik negara (BUMN) tersebut mampu mengerjakan pesawat tempur sejenis T-50 Golden Eagle yang merupakan pengembangan pesawat oleh Korea Selatan-Amerika Serikat.

“Kalau memroduksi sendiri [pesawat tempur] belum bisa, tetapi kalau bergabung dengan Korea Selatan bisa terlaksana,” katanya kemarin.

PT DI memiliki pengalaman dalam bidang kualifikasi dan sertifikasi dalam memproduksi pesawat-pesawat yang berkecepatan rendah seperti CN-235.

Sementara itu, Korea Selatan berpengalaman dalam memroduksi pesawat berkecepatan tinggi atau melebihi kecepatan suara (1 mach) T-50 Golden Eagle.

“PT DI memiliki lahan, laboratorium, ruang perakitan, sumber daya manusia, dan lain-lain. Jadi sebetulnya tinggal penggabungan teknologi saja,” katanya.

Budi mengatakan pengembangan dan pembangunan model pesawat yang ditawarkan Korea Selatan baru untuk jenis tempur (fighter), sementara pengembangan model pesawat jenis lainnya seperti jenis stealth (siluman), belum masuk program.

Dia menilai kerja sama pengembangan pesawat tempur kemungkinan bisa diwujudkan pada tahun ini setelah pemerintah Korea Selatan memberikan lampu hijau atas program kerja sama. “Pemerintah Korea Selatan tinggal menunggu persetujuan parlemennya dalam program pengembangan pesawat ini,” katanya. 

Gatotkaca Kecil


      10 September 1983 menjadi hari bersejarah bagi pesawat terbang CN-235. Pesawat hasil kerja sama antara Industri Pesawat Terbang Nusantara (kini PT Dirgantara Indonesia) dengan perusahaan CASA dari Spanyol mulai diperkenalkan ke pubilk. Presiden Soeharto menamainya Tetuko, nama kecil tokoh pewayangan Gatotkaca.
      CN-235 yang merupakan pesawat angkut turboprop kelas menengah bermesin dua, disebut-sebut lebih unggul dibandingkan dengan pesawat sejenis seperti ATR-42 bikinan Prancis dan Dash-8 buatan Kanada. Bahan bakarnya irit. Harganya juga bersaing, yakni AS$ 6 juta. Tak heran jika pesawat ini tercatat paling laku di kelasnya.
      Berkapasitas 35-40 penumpang, pesawat ini mampu terbang dengan kecepatan 244 knot (452 km) per jam dengan ketinggian 7.900 m. Daya jelajahnya 760 km non-stop. Gampang naik dan turun di landasan pendek, kurang dari 700 m. Dengan spesifikasi tersebut, CN-235 memperoleh sertifikat Federal Aviation Agency (FAA) pada Mei 1989.